Isekai: Fantasi Monoton dan Mimpi Basah para Autor

Genre isekai dulu sempat jadi primadona. Siapa sih yang nggak suka cerita tentang orang biasa yang tiba-tiba pindah ke dunia lain dan jadi OP? Tapi belakangan ini, rasanya genre isekai makin ke sini makin… ya gitu-gitu aja. Bahkan banyak yang bilang anime isekai sekarang makin monoton dan kebanyakan unsur cabulnya.

Di artikel ini, Lorenime bakal bahas kenapa genre isekai mulai terasa basi, apa penyebabnya, dan kenapa banyak anime isekai sekarang lebih fokus ke fanservice daripada cerita yang berbobot.


Awalnya Segar, Sekarang Hambar

Kalau kita flashback ke era Sword Art Online, Re:Zero, atau No Game No Life, isekai terasa seperti angin segar. Ceritanya unik, dunia fantasinya menarik, dan karakter-karakternya memorable. Tapi sekarang? Coba aja cari anime isekai terbaru—banyak yang pakai formula yang nyaris sama. Biasanya, karakter utama meninggal secara mendadak—sering kali karena ketabrak truk—lalu bereinkarnasi di dunia lain dengan kekuatan yang luar biasa. Mereka langsung jadi tokoh utama yang overpower dan... tiba-tiba dikelilingi oleh para gadis cantik.

Masalahnya, alih-alih fokus ke pengembangan dunia atau konflik yang seru, ceritanya malah sering bergeser ke hal-hal yang berbau fanservice. Mulai dari adegan mandi bareng yang klise, sampai momen “tidak sengaja jatuh dan menyentuh bagian tubuh” yang terasa terlalu dipaksakan. Akhirnya, kita lebih sering disuguhi visual yang “menjual”, daripada cerita yang benar-benar menarik.


Isekai Sekarang = Fantasi Pribadi? Atau Mimpi Basah Author?

Banyak anime isekai sekarang terasa seperti fantasi pribadi yang ditujukan buat penonton cowok remaja. Unsur "wish fulfillment"-nya terlalu kental. Misalnya, karakter utamanya adalah cowok biasa, bahkan seringkali digambarkan sebagai sosok yang tidak istimewa. Tapi entah kenapa, setelah masuk ke dunia baru, semua cewek langsung jatuh hati padanya. Tanpa alasan jelas. Bahkan interaksi yang baru beberapa menit sudah langsung berubah jadi momen romantis, atau malah adegan yang agak... cabul.

Dan jujur aja, beberapa anime terasa seperti mimpi basah sang author sendiri. Dunia isekai yang seharusnya menjadi ruang petualangan dan eksplorasi, malah jadi tempat pelampiasan fantasi pribadi yang aneh-aneh. Dalam beberapa kasus ekstrem, malah sudah masuk ke ranah fetish, dari yang absurd sampai yang bikin angkat alis. Plot jadi sekadar kendaraan untuk menampilkan adegan-adegan yang bisa memuaskan selera penulisnya sendiri—bukan penonton secara umum.

Setiap episode seolah wajib menyelipkan minimal satu adegan semacam itu. Lucunya, kadang hal itu disisipkan bahkan ketika nggak relevan sama jalan cerita. Seolah-olah keberadaan fanservice lebih penting daripada plot.


Ada Harapan, Tapi Butuh Keberanian

Meski begitu, masih ada harapan dari beberapa judul yang berani tampil beda. Misalnya Mushoku Tensei—walaupun juga sempat menuai kontroversi—tapi secara world-building dan konflik karakter, terasa jauh lebih matang. Atau Tensei Shitara Slime Datta Ken, yang walaupun ringan, tetap punya alur cerita yang konsisten. The Eminence in Shadow juga cukup unik, karena membawakan elemen isekai dengan gaya yang segar dan humor yang lebih cerdas.

Sayangnya, anime-anime semacam ini belum menjadi arus utama. Studio dan kreator tampaknya lebih memilih jalur aman: memproduksi anime dengan formula lama yang sudah pasti laku. Padahal, kalau terus-terusan begitu, genre isekai bisa benar-benar kehilangan pesonanya.


Kesimpulan: Isekai Butuh Evolusi, Bukan Repetisi

Isekai bukanlah genre yang buruk. Bahkan potensinya besar untuk terus berkembang. Tapi selama terus dijejali dengan cerita asal-asalan, fanservice berlebihan, dan fantasi pribadi penulis yang menyerempet fetish, penonton yang mencari kualitas akan merasa jenuh. Kreator dan studio seharusnya mulai berani mengambil langkah berbeda. Ciptakan cerita yang benar-benar menarik, karakter yang berkembang, dan dunia fantasi yang layak untuk dieksplorasi.

Sebagai penikmat anime dan pemilik blog Lorenime, aku cuma bisa bilang: anime bukan cuma soal visual yang “wah”, tapi juga tentang cerita yang bisa nyentuh dan bikin mikir. Semoga ke depan, isekai bisa balik lagi ke esensinya—sebagai petualangan luar biasa di dunia lain, bukan sekadar pajangan fantasi pribadi yang kelewat liar.

Lorenime

Seorang cowo biasa yang kebetulan suka main games khususnya Resident Evil

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama