Animasi One Piece Modern: Terlalu Warna-Warni, Cut Shot Berlebihan, dan SFX Overload

Kalau kamu udah ngikutin One Piece sejak era East Blue sampai Marineford, pasti masih inget gimana vibe animasinya dulu. Toei waktu itu jelas punya keterbatasan teknis, tapi justru karena sederhana, setiap adegan bisa lebih fokus. Warna yang dipakai lebih lembut, nggak terlalu mencolok, dan kamera jarang pindah-pindah secara berlebihan.

Yang menarik, SFX dipakai secukupnya. Misalnya waktu Luffy mukul Crocodile, suaranya keras tapi nggak lebay, pas banget untuk nunjukin impact pukulannya. Begitu juga saat Ace mati di pangkuan Luffy, hampir nggak ada sound effect berlebihan — justru keheningan itulah yang bikin adegan makin nyesek. Dengan kata lain, One Piece versi lama lebih “jujur” dalam menyampaikan cerita. Animasi dan suara nggak menutupi momen, tapi jadi pendukung yang pas.


Perubahan Gaya: Dari One Piece Jadi “Festival Efek Visual”

Begitu masuk ke Wano, apalagi Egghead, Toei mulai full throttle. Warna jadi super ngejreng, tiap adegan dipenuhi efek cahaya, dan kamera sering banget lompat dari satu sudut ke sudut lain. Cut shot yang terlalu sering bikin penonton kehilangan fokus.

Contoh paling jelas ada di Gear 5 Luffy. Adegan pertarungannya memang luar biasa fluid, tapi saking banyaknya transisi kamera, zoom in-zoom out, sama kilatan warna putih-kuning-ungu yang non stop, penonton jadi lebih sibuk nangkep efek visual ketimbang menikmati gerakan atau ekspresi Luffy.

Ditambah lagi, SFX makin kelewatan. Setiap langkah, pukulan, bahkan gerakan ringan kayak Luffy melompat, diberi efek suara keras — “BOOM!”, “WHOOSH!”, “ZAP!”. Awalnya keren, tapi kalau tiap detik ada efek, hasilnya malah menumpuk dan bikin telinga capek. One Piece yang dulu terasa punya pacing santai dan bercerita, sekarang sering kerasa kayak pertunjukan kembang api yang nggak berhenti.

Sumber: CBR

Dampak ke Penonton: Overstimulasi Visual dan Audio

Masalah utama dari gaya baru ini adalah overstimulasi. Dari sisi visual, warna cerah berlebihan plus cut shot cepat bikin mata gampang lelah, terutama kalau nonton lebih dari satu episode. Dari sisi audio, SFX yang over bikin telinga penonton jadi penuh, seolah nggak ada ruang buat diam atau hening.

Efeknya bukan cuma soal kenyamanan fisik. Dari sisi emosional, momen-momen penting kehilangan kedalaman. Misalnya ketika Luffy jatuh tapi bangkit lagi dengan tekad baru, dulu suasana bisa dibangun pelan, bikin penonton merinding. Sekarang, karena visual dan suara terlalu ramai, nuansa heroiknya malah jadi kurang terasa. Dengan kata lain, Toei secara nggak sadar mengorbankan storytelling demi pamer teknis.


Kritik: Toei Kehilangan Rasa Asli One Piece

Aku ngerti alasan Toei: mereka pengen One Piece kelihatan modern, bersaing dengan anime-anime baru kayak Demon Slayer atau Jujutsu Kaisen yang memang terkenal karena visualnya yang sinematik. Tapi bedanya, One Piece punya identitas sendiri yang udah kuat selama puluhan tahun.

Sayangnya, di gaya animasi sekarang, identitas itu kayak mulai kabur. Fokus ceritanya ketiban efek visual dan suara. Padahal, kekuatan One Piece ada di narasi, karakter, dan emosi. Fans jatuh cinta ke One Piece bukan karena warna ngejreng atau SFX keras, tapi karena cerita Luffy dan kru Topi Jerami yang menyentuh.

Kalau Toei terlalu sibuk bikin tiap adegan kelihatan megah, mereka bisa aja kehilangan ciri khas itu. Dan ironisnya, meskipun teknisnya bagus, justru bisa bikin sebagian fans lama mundur karena merasa One Piece udah bukan lagi One Piece yang mereka kenal.


Kesimpulan

Animasi One Piece modern memang spektakuler: warna ngejreng, cut shot cepat, dan SFX yang meledak-ledak bikin setiap pertarungan terasa megah. Tapi di balik semua itu, ada harga yang harus dibayar: penonton jadi capek mata dan telinga, storytelling kehilangan kedalaman, dan nuansa khas One Piece lama perlahan memudar.

Kalau kamu baru kenal One Piece dari arc terbaru, mungkin gaya ini terasa keren banget. Tapi buat kita yang udah ngikutin sejak lama, jujur aja, kadang kerasa lebih kayak “festival efek visual” ketimbang perjalanan emosional.

Pada akhirnya, One Piece tetaplah karya besar. Tapi kalau Toei terus ngedor gaya flashy ini tanpa mikirin keseimbangan, bisa jadi animasi One Piece bakal lebih diingat karena “ramai” ketimbang karena ceritanya.


Lorenime

Seorang cowo biasa yang kebetulan suka main games khususnya Resident Evil

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama