Kenapa Gamers Tidak Percaya Lagi pada Jurnalis Game?

Banyak gamers kecewa dengan jurnalis game. Apa penyebabnya? Artikel ini membahas 5 alasan utama mengapa gamers membenci jurnalis game, lengkap dengan contoh dan analisis tren industri.


1. Kurangnya Pemahaman terhadap Game yang Diulas

Salah satu keluhan terbesar komunitas gamer terhadap jurnalis game adalah minimnya pemahaman jurnalis terhadap game yang mereka review. Banyak ulasan dianggap dangkal, bahkan kadang penuh kesalahan faktual. Dalam beberapa kasus, jurnalis tidak menyelesaikan gamenya, tetapi sudah menulis ulasan lengkap.

Contoh nyata dari masalah ini adalah review kontroversial yang mencela aspek gameplay padahal itu adalah bagian inti dari genre game tersebut—hal yang membuat gamer bertanya-tanya: "Apakah jurnalis ini benar-benar bermain?"

2. Bias dan Ketidaknetralan dalam Ulasan

Gamers semakin menyadari adanya bias dalam liputan game. Kadang game tertentu mendapat skor tinggi bukan karena kualitas, tetapi karena faktor eksternal: hubungan dengan publisher, popularitas developer, atau tekanan industri. Skor tinggi bisa muncul meski komunitas sepakat bahwa game tersebut buruk.

Ini menimbulkan ketidakpercayaan dan memunculkan istilah populer seperti "paid review" atau "game journalism is dead" di berbagai forum seperti Reddit atau Twitter/X.


3. Fokus Berlebihan pada Isu Sosial-Politik

Banyak gamer merasa bahwa media game saat ini terlalu fokus pada narasi sosial-politik, seperti representasi gender, isu rasial, atau politik identitas. Meskipun isu-isu ini penting, gamers ingin agar aspek utama—gameplay, grafik, cerita, dan mekanik permainan—tetap menjadi fokus utama ulasan.

Ketika ulasan game lebih banyak membahas agenda tertentu dibanding kualitas game itu sendiri, gamer merasa dikhianati.

4. Ketidaksesuaian antara Review dan User Experience

Sering kali, skor dari media berbeda jauh dengan rating pengguna (user review). Misalnya, media memberi nilai 9/10, sementara pemain memberi 5/10 atau lebih rendah. Ketidaksesuaian ini menambah kecurigaan bahwa ada "sesuatu" di balik penilaian media mainstream.

Gamers merasa suara mereka tidak didengar dan lebih percaya pada review dari YouTuber, streamer, atau sesama gamer.


5. Sikap Merendahkan terhadap Komunitas Gamer

Ada kalanya jurnalis game merespons kritik dengan sikap merendahkan. Alih-alih berdiskusi terbuka, beberapa jurnalis menuduh gamer sebagai “toxic” atau tidak menghargai kerja jurnalistik. Hal ini justru memperlebar jurang antara media dan komunitas gamer.

Hubungan yang seharusnya simbiosis berubah menjadi antagonis.

Penutup: Saatnya Introspeksi dan Perubahan

Bukan berarti semua jurnalis game buruk—banyak yang berdedikasi dan profesional. Namun, jika kritik ini terus diabaikan, kepercayaan akan terus menurun. Saatnya media game kembali fokus pada apa yang paling penting: menyajikan informasi akurat, adil, dan benar-benar berguna bagi para gamer.

Ingat: Gamers bukan sekadar konsumen, mereka adalah komunitas yang passionate dan kritis. Dengarkan mereka, dan media game bisa kembali dipercaya.

Lorenime

Seorang cowo biasa yang kebetulan suka main games khususnya Resident Evil

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama