Sejak pertama kali dirilis pada tahun 2013, The Last of Us memang sudah langsung menancapkan taringnya sebagai salah satu game terbaik sepanjang masa. Ceritanya yang emosional, karakter Joel dan Ellie yang punya chemistry kuat, serta dunia pasca-apokaliptik yang terasa hidup membuat banyak orang jatuh cinta. Tapi sekarang, satu dekade lebih berlalu, muncul satu pertanyaan besar yang mulai banyak dibicarakan gamer: kenapa game ini terus-menerus di-remake dan di-remastered?
Bukan cuma sekali dua kali, bahkan bisa dibilang game ini sudah jadi “pelanggan tetap” ketika Sony dan Naughty Dog ingin menunjukkan kemampuan teknis konsol terbaru mereka. Lalu, apakah ini hal yang wajar, atau sebenarnya ada yang perlu dipertanyakan?
The Last of Us, Tapi Versi Keberapa Nih?
Awalnya The Last of Us dirilis untuk PlayStation 3 pada 2013. Versi ini adalah pengalaman orisinal yang masih melekat di hati banyak gamer lama. Belum genap satu tahun kemudian, versi Remastered untuk PlayStation 4 hadir dengan visual lebih tajam dan framerate 60fps. Saat itu, mayoritas gamer menganggap ini keputusan wajar—PS4 adalah konsol baru dan The Last of Us terlalu bagus untuk tertinggal di era PS3.
Namun cerita belum selesai. Di tahun 2022, Naughty Dog merilis versi remake total berjudul The Last of Us Part I untuk PlayStation 5. Ini bukan cuma naik resolusi, tapi membangun ulang dari nol dengan teknologi terbaru yang sama seperti yang digunakan dalam The Last of Us Part II. Semua tekstur, animasi, efek pencahayaan, dan AI dirombak agar terasa lebih modern. Sayangnya, dari sisi gameplay, tidak banyak perubahan berarti. Ini membuat sebagian fans mulai mempertanyakan: untuk apa beli game yang “sama” lagi?
Tak cukup sampai situ, versi PC dari The Last of Us Part I juga muncul pada 2023. Sayangnya, peluncuran awalnya penuh masalah teknis. Lalu yang paling baru adalah The Last of Us Part II Remastered di awal 2024, yang membawa mode baru, sedikit peningkatan teknis, dan komentar developer, tapi sekali lagi: isinya tidak jauh berbeda dari yang sudah pernah kita mainkan.
Alasan Komersial: Uang Bicara
Suka atau tidak, industri game tetap bisnis, dan keputusan komersial selalu punya bobot besar. Naughty Dog dan Sony bukan sekadar seniman atau developer yang mengedepankan idealisme—mereka juga korporasi yang mengejar laba. The Last of Us adalah IP yang sangat menguntungkan. Basis penggemarnya besar, loyal, dan terbukti mau membeli ulang game yang sama jika diberi sentuhan teknis yang lebih modern.
Setiap kali game ini di-remake atau di-remaster, Sony nyaris dijamin mendapat pemasukan besar dengan biaya produksi yang jauh lebih kecil dibanding membuat game baru dari awal. Tidak ada risiko narasi gagal, tidak perlu membangun karakter baru, dan tidak perlu bersaing dengan ekspektasi tinggi yang biasanya datang bersama IP baru. Dengan kata lain, ini adalah “zona aman”.
Strategi ini juga diamini oleh banyak perusahaan game lainnya. Tapi dalam kasus The Last of Us, frekuensinya yang terlampau sering membuat publik mulai melihatnya bukan sebagai strategi pintar, tapi sebagai tanda kemalasan kreatif.
Memperkenalkan Game ke Generasi Baru
Perlu diingat juga bahwa tidak semua gamer hari ini pernah memainkan versi orisinal The Last of Us. Banyak yang baru mengenal dunia gaming di era PS5 atau bahkan lewat PC. Bagi mereka, remake seperti The Last of Us Part I adalah cara pertama mereka mengalami kisah Joel dan Ellie.
Dari sisi ini, ada argumen valid bahwa remake bukan sekadar “jualan ulang”, tapi juga upaya membuat game legendaris ini lebih relevan dan bisa diakses oleh gamer generasi baru. Apalagi ketika standar visual dan gameplay sekarang sudah sangat tinggi. Gamer baru mungkin enggan memainkan game lawas yang terlihat “kaku” dan usang secara teknis. Dengan menghadirkan versi modern yang setara dengan standar AAA masa kini, Naughty Dog berhasil membawa cerita lamanya kepada audiens yang sama sekali baru.
Namun, tetap saja, sebagian pemain lama merasa kecewa karena perbedaan antar versi kadang terlalu kecil untuk dibenarkan dengan harga penuh.
![]() |
Sumber: YouTube |
Efek Adaptasi HBO
Satu faktor penting yang tak boleh diabaikan adalah kesuksesan serial The Last of Us di HBO. Tayangan ini membawa IP tersebut ke audiens yang jauh lebih luas, termasuk mereka yang tidak pernah menyentuh joystick sekalipun. Dengan hype yang besar dari serialnya, banyak orang penasaran ingin memainkan langsung cerita aslinya dalam bentuk game.
Naughty Dog dan Sony tentu tak ingin melewatkan momen ini. Merilis The Last of Us Part I bertepatan dengan serial HBO adalah langkah cerdas untuk menarik audiens baru yang sedang hangat-hangatnya. Mereka bisa langsung membeli versi terbaik dari game-nya di konsol terbaru, dan mendapatkan pengalaman visual dan narasi yang tak kalah imersif dari versi film/seri.
Namun tetap ada sisi sinisnya. Beberapa orang melihat ini sebagai cara Naughty Dog “menunggangi” kesuksesan HBO untuk kembali menjual ulang game yang sudah lama dikenal.
Testing Teknologi Baru Sebelum Game Berikutnya?
Ini alasan yang cukup masuk akal, meskipun tidak selalu disebutkan secara resmi. Remake seperti The Last of Us Part I bisa jadi merupakan eksperimen internal Naughty Dog untuk menguji fitur engine terbaru, sistem AI, sistem animasi wajah, dan pipeline pengembangan yang lebih efisien sebelum mereka benar-benar membuat IP baru.
Daripada membangun dunia baru yang penuh risiko, mereka memilih menggunakan “template” dunia yang sudah matang sebagai ladang uji coba. Ini memungkinkan mereka mencoba teknologi baru dengan aman, karena fondasi gamenya sudah solid. Tapi bagi gamer, apapun alasan di balik layar itu, hasil akhirnya tetap game lama yang di-rombak lagi.
Tapi… Sampai Kapan?
Inilah pertanyaan yang mulai sering muncul di komunitas gaming. Kalau pola ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin kita akan melihat The Last of Us Part I versi PS6, lalu versi hologram, lalu versi VR penuh, dan seterusnya. Sampai titik tertentu, penggemar bisa merasa muak. Bukan karena mereka tidak suka dengan gamenya, tapi karena tidak ada lagi sesuatu yang benar-benar baru untuk ditunggu.
Kekhawatiran terbesar bukan soal harga atau visual, tapi soal stagnasi kreativitas. Kita tahu Naughty Dog adalah studio hebat yang mampu menciptakan dunia dan cerita yang luar biasa. Tapi kalau mereka terlalu fokus pada daur ulang, kapan kita bisa melihat dunia baru yang segar dari mereka?
Apakah Ini Tanda Naughty Dog Kehabisan Bahan?
Sulit untuk mengatakan Naughty Dog benar-benar kehabisan ide, tapi pola yang mereka tunjukkan beberapa tahun terakhir memang memberi kesan seperti itu. Di tengah maraknya studio lain yang berani mencoba hal baru, Naughty Dog justru tampak lebih konservatif, bermain aman dengan aset lama yang dijual ulang dalam kemasan baru.
Banyak fans setia menunggu kabar IP baru dari mereka. Bukan hanya karena ingin sesuatu yang berbeda, tapi karena mereka percaya Naughty Dog mampu menciptakan sesuatu yang luar biasa di luar bayang-bayang Joel dan Ellie. Namun jika energi dan sumber daya terus dicurahkan untuk remake dan remaster, bagaimana mungkin karya baru bisa lahir?
Kesimpulan: Remake Boleh, Tapi Jangan Sampai Lupa Berkarya
Buat gamer baru, remake dan remaster The Last of Us bisa jadi pengalaman luar biasa. Tapi bagi kamu yang sudah mengikuti perjalanan ini sejak 2013, tentu wajar kalau muncul rasa bosan. Game yang dulunya revolusioner kini terasa seperti produk yang diputar ulang terus-menerus.
Naughty Dog perlu berhenti sejenak dan bertanya pada diri mereka sendiri: apakah mereka ingin dikenang sebagai studio yang terus-menerus menjual ulang masa lalu, atau sebagai pencipta masa depan dunia game?