Pernah nggak sih kamu merasa game zaman sekarang terasa… gampang banget? Bukan cuma karena kamu jadi makin jago, tapi karena game-nya sendiri memang dirancang lebih ramah, lebih lunak, bahkan kadang terlalu memanjakan pemain. Buat sebagian orang, ini mungkin kabar baik. Tapi buat aku pribadi—dan mungkin kamu juga—ini justru mengkhawatirkan. Ada arah buruk yang mulai kelihatan jelas di industri game: video game semakin kehilangan tantangan.
Dulu: Game Bikin Frustasi, Tapi Bangga Kalau Tamat
Kalau kamu tumbuh di era PS1, SNES, atau bahkan NES, pasti tahu rasanya main game tanpa tutorial, tanpa petunjuk arah, tanpa auto-save, dan tanpa ampun. Mati di tengah level? Ulang dari awal. Nggak ngerti mekanik? Cari tahu sendiri. Nggak ada internet buat cari walkthrough. Semua harus pakai trial and error.
Dulu, game memang sengaja dibuat sulit. Alasannya? Karena keterbatasan teknologi dan juga untuk memperpanjang durasi permainan. Tapi hasilnya justru luar biasa: kepuasan saat berhasil menyelesaikan tantangan terasa sangat berharga. Kita benar-benar "belajar" dan "menguasai" game itu. Tamatin satu game bisa jadi prestasi.
Sekarang: Banyak Game Terasa Seperti Jalur Lurus
Coba bandingkan dengan banyak game modern. Tutorial panjang di awal, indikator arah ke mana-mana, regenerasi HP otomatis, checkpoint tiap 3 menit, bahkan opsi "skip boss" atau "auto-combat" sudah jadi hal umum. Aku ngerti sih, developer pengin semua orang bisa menikmati game mereka. Tapi masalahnya, tantangan yang dulu bikin game seru jadi semakin dikikis.
Game sekarang seringkali terlalu banyak “bantuan.” Kamu nggak perlu benar-benar menguasai skill tertentu. Bahkan saat kamu melakukan kesalahan, game-nya justru kasih reward. Dan ini bukan cuma di game mobile atau game kasual. Judul-judul AAA juga banyak yang ambil arah serupa.
Kenapa Ini Bisa Terjadi?
Ada beberapa alasan kenapa video game sekarang makin mudah: Pasar yang Lebih Luas: Dulu gamer adalah niche. Sekarang, semua orang bisa jadi gamer. Dari anak-anak, orang tua, sampai yang baru pertama kali main. Developer pengin menjangkau segmen sebesar mungkin. Dan solusi paling cepat adalah: bikin game yang lebih inklusif alias lebih mudah diakses.
Monetisasi dan Retensi: Dalam banyak model bisnis modern, terutama free-to-play, yang penting bukan kamu jago, tapi kamu betah. Kalau kamu stuck, kamu bisa frustrasi lalu keluar. Tapi kalau kamu terus merasa “hebat,” kamu akan lanjut main, dan bisa jadi bayar.
Fokus ke Cerita dan Presentasi: Banyak game sekarang lebih menekankan sinematik dan narasi. Gameplay jadi semacam pengantar cerita. Tantangan bisa mengganggu alur narasi, jadi sering dikurangi.
Fear of Missing Out (FOMO): Banyak game berlomba kasih konten baru tiap minggu. Kalau satu misi terlalu susah, pemain bakal ketinggalan update lain. Maka, jalan tercepat adalah: bikin semua orang bisa ngejar.
Apakah Semua Game Harus Sulit?
Tentu nggak. Aku nggak bilang semua game harus kayak Dark Souls atau Sekiro. Ada tempat untuk game santai, game kasual, dan game yang memang ditujukan buat relaksasi. Tapi yang bikin aku khawatir adalah tren dominan ke arah simplifikasi yang berlebihan.
Game yang sulit bukan berarti tidak ramah pemain. Justru kadang, tantangan itu bikin pemain merasa dihargai. Game yang baik seharusnya mempercayai kecerdasan pemain, bukan menganggap semua orang harus dibimbing terus-menerus.
Imbasnya ke Budaya Gaming
Dampaknya bukan cuma di gameplay, tapi juga di budaya. Sekarang, banyak gamer yang kalau mentok, langsung cari cheat, mod, atau AI helper. Diskusi soal “git gud” kadang malah dianggap toxic. Tapi dulu, itu bagian dari komunitas. Kita saling bantu, saling kasih tips, dan tumbuh bareng lewat tantangan yang sama.
Skill dan ketekunan terasa makin nggak dihargai. Semua harus cepat, instan, gampang. Seolah-olah rasa frustasi itu tabu, padahal dari situlah muncul rasa bangga saat sukses.
Solusi? Variasi dan Keberanian
Menurutku, solusinya bukan bikin semua game jadi sulit, tapi beri ruang untuk variasi. Biarkan game-game sulit tetap hidup. Beri opsi buat pemain memilih tantangan sesuai kemauan mereka. Dan yang paling penting, jangan takut bikin game yang menantang. Pemain bukan anak kecil semua kok.
Game seperti Hollow Knight, Celeste, dan Elden Ring membuktikan bahwa game sulit tetap bisa sukses besar. Bahkan dicintai. Karena game seperti itu memberi kita perasaan yang jarang bisa ditiru oleh game mudah: perasaan bahwa kita benar-benar berjuang dan menang.
Penutup: Jangan Hilangkan Jiwa Game
Akhir kata, aku cuma berharap industri game nggak terlalu jauh mengejar "aksesibilitas" sampai kehilangan jiwanya. Karena buat banyak dari kita, game bukan cuma soal hiburan. Game adalah ruang tantangan, tempat belajar, dan arena pembuktian diri.
Kalau semuanya dibuat terlalu mudah, lama-lama kita nggak lagi merasa bermain—kita cuma lewat. Dan menurutku, itu bukan arah yang sehat untuk dunia game.