Industri video game pernah jadi tempat yang penuh inovasi, kreativitas, dan rasa memiliki yang kuat antara developer dan pemain. Tapi sekarang, kayaknya semua itu mulai pudar. Aku nggak tahu kamu merasa juga atau nggak, tapi belakangan ini game udah mulai kehilangan jiwa. Kenapa? Karena pelan-pelan, publisher besar lebih fokus nguras dompet pemain daripada bikin pengalaman bermain yang bermakna.
Kasus terbaru dari Ubisoft, yang nulis di EULA (End User License Agreement) kalau mereka bisa menghapus game kamu kapan saja dan kamu wajib menghancurkan semua salinannya, cuma jadi salah satu contoh nyata dari kerusakan yang sedang terjadi di industri ini.
Game Bukan Lagi Milik Kita
Kamu pasti pernah dengar, atau mungkin ngalamin sendiri: beli game digital, main sebentar, lalu tiba-tiba aksesnya dicabut. Bisa karena server ditutup, lisensi musik habis, atau kayak Ubisoft sekarang—mereka berhak menghapus game dari akunmu kapan pun mereka mau. Yang lebih parah, kamu bahkan diminta menghapus dan menghancurkan game itu sendiri. Padahal kamu udah bayar, lho!
Ini bukan lagi soal bug atau kesalahan teknis. Ini soal kontrol. Pelan-pelan, publisher gede kayak Ubisoft ngambil alih total kepemilikan kita atas sesuatu yang seharusnya jadi milik kita. Dan semua itu disahkan lewat EULA—dokumen yang hampir semua orang lewati tanpa baca.
DLC yang Jadi Mesin Uang
Dulu, DLC (Downloadable Content) adalah tambahan konten buat memperkaya game. Tapi sekarang? Jadi alat buat motong-motong game utama dan jualannya terpisah. Contohnya? Fighting game yang dari awal cuma ngasih 8 karakter, dan sisanya harus beli satu-satu. Atau game olahraga tahunan yang menjual mode karier sebagai DLC padahal dulunya fitur standar.
DLC udah berubah dari bonus jadi strategi pemasukan utama. Dan jujur aja, kadang bikin game terasa kayak puzzle rusak—kalau mau lengkap, ya harus bayar terus.
Mikrotransaksi di Mana-Mana
Mikrotransaksi dulunya ada di game gratisan. Tapi sekarang, bahkan game AAA yang harganya jutaan rupiah pun penuh dengan sistem monetisasi tambahan. Skin, lootbox, battle pass, XP boost—semuanya dijual terpisah. Bahkan game yang seharusnya single-player pun sekarang ikut-ikutan.
Ini bukan soal estetika lagi. Kadang, sistem ini ngerusak gameplay. Ada game di mana kamu harus grind berjam-jam buat dapetin item penting, kecuali kalau kamu mau beli shortcut-nya. Itu bukan desain. Itu jebakan.
EULA: Kontrak yang Merampas Hak
EULA awalnya dibuat buat ngatur hubungan legal antara pemain dan developer. Tapi sekarang? EULA jadi perisai publisher buat ngelakuin apa pun sesuka hati. Ubisoft contohnya. Dalam EULA terbarunya, mereka bisa: Menghapus game dari akunmu kapan saja, Memaksa kamu menghancurkan semua salinan, Mengubah EULA kapan pun tanpa pemberitahuan. Mengakhiri layanan tanpa kompensasi
Gila nggak, sih? Kita beli game, tapi sebenarnya nggak pernah benar-benar memilikinya.
Kita yang Dirugikan, Mereka yang Untung
Publisher tetap untung. Bahkan makin untung. Tapi pemain? Kita makin dibatasi. Kita nggak bisa refund. Kita kehilangan akses ke game yang udah dibayar. Kita dipaksa bayar ekstra buat fitur yang dulu gratis. Dan semua itu dibungkus dalam istilah keren: live service, monetisasi progresif, atau ekosistem digital.. Tapi di balik semua jargon itu, yang terjadi cuma satu: kita kehilangan kontrol atas apa yang kita beli.
Haruskah Kita Diam?
Enggak. Kita nggak boleh diam. Ini bukan cuma soal satu game atau satu publisher. Ini soal masa depan seluruh industri. Kalau kita terus menerus nerima praktik kayak gini, bisa jadi nanti nggak ada lagi game yang beneran kita miliki. Semua cuma sewa, semua dibatasi, dan semua bisa diambil sewaktu-waktu.
Aku pribadi berharap banget ada pihak yang berani menggugat praktik kayak ini. Entah itu lembaga konsumen, pengacara digital rights, atau class action dari gamer sendiri. Kita butuh perlawanan nyata di tingkat hukum, supaya publisher tahu kalau pemain bukan sapi perah.
Jadi, Industri Game Sedang Rusak?
Jawaban jujurnya: iya. Tapi masih ada harapan. Masih banyak developer indie yang jujur. Masih ada gamer yang peduli dan bersuara. Dan selama kita nggak berhenti kritis, nggak berhenti menolak praktik rakus kayak ini, industri ini masih bisa diselamatkan.
Jangan hanya jadi pembeli. Jadilah pemain yang sadar. Karena kalau kita semua diam, bukan nggak mungkin suatu hari nanti game akan jadi seperti langganan TV kabel: mahal, dibatasi, dan dikontrol sepenuhnya oleh perusahaan.